Nunukan, Kalimantan Utara — Satuan Tugas Penegakan Hukum Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dipimpin oleh Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kalimantan Utara. Dari hasil pengungkapan, sembilan kasus berhasil diungkap dengan tujuh tersangka diamankan. Dalam operasi ini, sebanyak 82 calon pekerja migran yang hendak diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia berhasil diselamatkan.
Pengungkapan kasus bermula dari pemeriksaan rutin terhadap dua kapal penumpang, yakni KM Talia pada 5 Mei 2025 dan KM Bukit Sibuntang pada 6 Mei 2025. Pemeriksaan dilakukan di wilayah perairan Pulau Sebatik yang dikenal sebagai titik rawan pengiriman ilegal PMI ke Tawau, Malaysia.
Modus operandi para pelaku adalah mengirimkan pekerja migran secara nonprosedural melalui pelabuhan-pelabuhan kecil dan tidak resmi. Para korban dijanjikan pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi di Malaysia dan diminta membayar antara Rp4,5 juta hingga Rp7,5 juta. Namun, sebagian besar dari mereka tidak memiliki dokumen resmi seperti visa kerja maupun kontrak yang sah.
Dalam penindakan tersebut, polisi mengamankan berbagai barang bukti penting. Di antaranya, 14 paspor, 13 unit handphone, 13 tiket kapal, dua surat cuti dari perusahaan di Malaysia, dan tiga kartu vaksinasi dari klinik di Malaysia. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa sindikat ini telah beroperasi sejak tahun 2023.
Direktur PPA & TPPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah, menyatakan bahwa para pelaku dijerat dengan sejumlah pasal berat. Mereka dikenai Pasal 81 jo Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 120 ayat 2 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Ancaman hukuman bagi para pelaku bisa mencapai 15 tahun penjara dan denda miliaran rupiah,” tegas Brigjen Pol. Nurul.
Ia menambahkan bahwa pihak kepolisian akan terus mengembangkan penyidikan guna membongkar jaringan internasional yang terlibat dalam sindikat ini, termasuk kemungkinan adanya oknum di luar negeri yang bekerja sama dengan pelaku dalam negeri.
“Penindakan ini tidak berhenti di sini. Kami masih terus mendalami jaringan dan melakukan koordinasi lintas negara agar semua pihak yang terlibat bisa diusut hingga tuntas,” ujarnya.
Brigjen Pol. Nurul juga menekankan pentingnya kerja sama lintas instansi dalam menanggulangi TPPO. Dalam operasi ini, Polri bersinergi dengan TNI, pihak imigrasi, kejaksaan, pemerintah daerah, dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI).
Tak hanya itu, pihak kepolisian juga menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Direktorat Siber untuk memblokir akun-akun media sosial yang kerap digunakan untuk menawarkan kerja ilegal ke luar negeri.
Sementara itu, sebanyak 82 korban yang berhasil diselamatkan saat ini berada di shelter BP3MI untuk menjalani asesmen dan pendataan lebih lanjut. Kepala BP3MI Nunukan, Sarni, menjelaskan bahwa mereka yang memiliki dokumen lengkap akan difasilitasi untuk mengikuti prosedur penempatan yang benar. Sedangkan yang tidak memiliki dokumen akan dipulangkan ke daerah asal dengan pembiayaan dari pemerintah.
Pemerintah daerah setempat pun turut bergerak cepat. Farida, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Nunukan, mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim gugus tugas khusus TPPO dan memiliki peraturan daerah (perda) yang mendukung upaya perlindungan korban.
“Kami lakukan pendampingan psikososial, asesmen, dan reintegrasi sosial bagi korban. Kami juga menjalin koordinasi dengan daerah asal para korban agar mereka mendapat perlindungan lanjutan,” jelas Farida.
Polri pun menghimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan tawaran kerja ke luar negeri yang tidak jelas prosedurnya. Edukasi dan pelatihan keterampilan kerja bagi calon PMI juga terus digencarkan sebagai upaya preventif.
“Kami mendorong semua pihak untuk bersama-sama memberantas perdagangan orang dan menyelamatkan masa depan generasi pekerja Indonesia,” tutup Brigjen Pol. Nurul.
(Edi D*)