Darurat Sampah Dijawa Tengah Sangat Membuat Resah Karena Pejabat Daerah Diduga Buta Hukum Dan Tidak Faham Birokrasi

Darurat Sampah Dijawa Tengah Sangat Membuat Resah Karena Pejabat Daerah Diduga Buta Hukum Dan Tidak Faham Birokrasi

Patrolihukumindonesia.com | 25/03/2025, Dibilang gaptek marah,dikata gak faham aturan dan melanggar aturan prosedural marah sampai mengintimidasi rakyat,yang aslinya dan pada dasarnya pemerintah daerah sendiri kurang wawasan,pengetahuan,bahkan pengalaman yang dangkal jauh dari keakraban sosial bermasyarakat sampai terjadi penyerangan sepihak kepada pelaku kontrol sosial.

Kembali Bang Dhony Irawan HW.SH.MHE (35th) sebagai kadiv.investigasi di CYBER ARMY INDONESIA,Sekaligus pimpinan umum media online di beberapa waktu sangat geram bahkan merasa bahwa mandulnya supremasi hukum juga kepeka’an muspika dan muspida yang mandul sangat membuat resah masyarakat,karena kinerja buruk cuma memakan gaji buta dan malah melibatkan ormas-ormas gak penting juga buzzer sampah guna menyerang masyarakat,sampai membenturkan pelaku kontrol sosial baik dari media,advokasi,lsm,lbh,bahkan melibatkan TNI dan Polri juga lainnya guna untuk membantu pencitra’an buruk yang ditutupi dengan karangan fiktif dan narasi belaka karena ingin tampil baik di masyarakat dengan agenda pembodohan publik.

Bacaan Lainnya

” Mau menyerang saya kah,silahkan saya ungkap semua busuk mereka kalau perlu dari pelosok desa sampai ke pusat semua saya ungkap nanti habis lebaran jika memang ada yang coba bersekongkol menyerang saya,saya pun gak segan-segan menyerang mereka dengan terang-terangan”,ujar bang dhony geram,

Pasal 6, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah mengatur kewajiban masyarakat terhadap lingkungan hidup: (1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.

Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup);
c. rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem);
d. restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

” Apa guna rakyat diperas dengan pajak tinggi dan segala hal yang dikaitkan dari keringat rakyat,jika kacung rakyat saja gak pecus menjalankan tugasnya,mau nya hidup enak,tapi kerja aja gak pecus”,imbuhnya

Pasal 29 ayat 1 butir g Undang-Undang mengatur larangan membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Selain itu, ada beberapa pasal lain yang mengatur tentang lingkungan hidup, di antaranya:
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur kewajiban masyarakat untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 21 ayat (1) UUPPLH mengatur bahwa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup ditetapkan untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 374 mengatur bahwa setiap orang yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk:
Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia.

Ancaman Pidana Bagi Perusahaan Pelaku Pencemaran Lingkungan
Jika pencemaran sungai oleh perusahaan tersebut mengakibatkan warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil yaitu matinya ikan pada kerambah warga. Maka berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.

Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:

Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan tersebut:
1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.[5]
2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar.

Pertanggungjawaban Pidana
Jika tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Mengenai kerugian yang diderita warga yaitu ikan di kerambah yang mati, masyarakat bisa mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kelompok dengan tujuan untuk meminta ganti rugi atas ikan di kerambah yang mati karena pencemaran lingkungan. Di samping itu perusahaan juga dapat dipidana karena pencemaran tersebut mengakibatkan orang meninggal dunia

” Jika DPR RI tidak segera mengesahkan UU perampasan aset,saya pun tidak segan mendatangi mereka dan mengungkap semua kejahatan DPR RI dari hal terkecil,apalagi pihak-pihak yang coba menghalangi saya,saya pun akan bertindak diluar batas kemampuan mereka jika itu perlu”,tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *