Opini  

YAHDI BASMA, TANGGAPI PSU DI SEJUMLAH TPS SE SULTENG

IMG 20240218 WA0000
IMG 20240218 WA0000

Palu, 18/2/2024 Beredar nya pesan berantai di berbagai platform media sosial di Sulteng, disusul dengan sejumlah pemberitaan media, sejumlah KPU Kabupaten dan Kota Palu dipastikan akan gelar PSU (Pemungutan Suara Ulang) di sejumlah TPS se Sulawesi Tengah.

Yahdi Basma, Presidium Nasional Aktivis 98 lewat rilisnya ke media ini ungkapkan beberapa hal terkait itu.

“Beberapa hal krusial yang perlu dicermati publik, adalah soal hulu ke hilir isu PSU ini. Sebab, PSU ini ibarat extra-time dalam laga sepak bola. Tapi Pemilu ini kan bukanlah selebrasi biasa, melainkan pesta kolosal yang berkait erat dengan berbagai aspek sosiologis, ekonomis dan politis. Termasuk aspek keamanan dan tertib masyarakat”, demikian Yahdi Basma yang mantan penyelenggara Pemilu 3 Periode ini.

“Pertama, publik tidak menerima detail keterbukaan informasi terkait rekomendasi BAWASLU mengenai PSU itu. Kita yakini, kewenangan BAWASLU merekomendasi PSU sejumlah titik, tentu karena faktor pelanggaran Pemilu yang selaras dengan ketentuan”.

“Olehnya, BAWASLU sebaiknya buka ke publik, jenis pemilihan mana saja yg di-PSU-kan di tiap TPS bermasalah”, lanjut YB, sapaan akrab Yahdi Basma yang juga pernah jabat Anggota DPRD Provinsi 2 Periode dari Partai NasDem ini.

Seperti diketahui, lanjut Yahdi, bahwa PSU digelar oleh KPU setempat setidaknya dari sebab-sebab antara lain, adanya Pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali, dan atau tidak terdaftar di DPT, DPK dan DPTb.

Berdasarkan keterangan otoritas yang diterima media ini, Iskandar, Komisioner KPU Palu menjelaskan di laman diksi.net, 27/02/2024, bahwa tidak semua TPS yang melakukan PSU, melakukan pemilihan ulang untuk semua jenis. Ada TPS yang hanya PSU satu jenis pemilihan, ada juga yang hanya tiga jenis pemilihan. Walaupun ada juga TPS yang melakukan pemilihan untuk seluruh jenis pemilihan. Demikian Iskandar.

Penyelenggara, khususnya dalam hal ini KPU, kan harus betul-betul teliti sebagai pemenuhan prinsip penyelenggaraan pemilu yang profesional, lanjut Yahdi.

Yahdi paparkan bahwa berdasar Pasal 80 ayat (2) di PKPU Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara Dalam Pemilu 2024, jelas normatif mengurai penyebab dilakukannya PSU.

Pertama, urainya, pembukaan kotak suara yang tidak sesuai aturan. Kedua, adanya fakta dimana Petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus di SS (surat suara – red), misalnya torehan nama dll. Ketiga, Petugas KPPS merusak SS yang sudah digunakan Pemilih sehingga SS menjadi tidak sah. Dan terakhir atau keempat, kata Yahdi, “Ini yang paling potensial terjadi, yakni adanya Pemilih yang gunakan hak pilih di TPS namun namanya tidak ada di DPT, DPK bahkan DPTb.

“Nah, dari uraian di PKPU terkait, maka hulu dari PSU ini adalah verifikasi oleh Pengawas TPS yang dibentuk oleh Panwascam. Itu artinya bahwa tindakan BAWASLU yang merekomendasi PSU tentu berbasis pada hasil verifikasi Pengawas TPS. Pertanyaan nya, mana Berita Acara Pengawas TPS, adakah? Buka ke publik dong…?” Demikian Yahdi Basma.

Sebab kenapa? Lanjut Yahdi, “Karena hilir dari PSU ini potensial merubah keterpilihan seorang Caleg yang dalam pelaksanaan putsuara tanggal 14 Februari 2024, secara simulatif telah meraih kursi, walaupun proses hitung manual berjenjang belum selesai”.

“Ini sangat rentan mencipta kondisi aspek sosio-politik yang rawan pada tertib dan keamanan di tengah masyarakat. Apalagi jika terjadi pada kasus selisih suara tipis antar Caleg di internal Partai, apalagi Caleg antar Partai Politik berbeda”.

“Ini harus jadi perhatian serius semua stakeholder Pemilu, khususnya Penyelenggara, POLRI dan Tokoh Masyarakat setempat”, demikian tutup Yahdi Basma yang pernah jadi Anggota KPU Provinsi termuda se Indonesia di periode 2003-2008 silam.

(CR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *