Lamongan, 25 Agustus 2024 – SDN 1 Made, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, diduga terlibat dalam praktik jual beli Buku Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk siswa kelas 3 pada Tahun Pelajaran 2024/2025. Informasi ini mencuat setelah beredar daftar harga buku dan LKS yang dijual kepada orang tua siswa dengan total biaya mencapai Rp315.000.
Dalam daftar tersebut, beberapa buku mata pelajaran seperti PAI, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, PJOK, dan lainnya dijual dengan harga berkisar antara Rp30.000 hingga Rp35.000 per buku. Selain itu, LKS untuk mata pelajaran seperti Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPAS dijual dengan harga Rp13.000 per LKS.
Namun, praktik ini diduga melanggar beberapa aturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 2 Tahun 2008 tentang Buku, Pasal 11 dengan tegas melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik. Larangan ini juga diperkuat oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, yang mengatur tata kelola perbukuan secara menyeluruh, termasuk larangan penjualan buku langsung oleh penerbit kepada satuan pendidikan.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan secara spesifik menyatakan bahwa “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan pendidikan.” Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks seharusnya dilakukan melalui toko buku atau sarana lain yang sah, sesuai dengan Pasal 64 ayat (1) UU yang sama.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pada Pasal 181a, melarang pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, untuk menjual buku pelajaran, LKS, dan bahan ajar di satuan pendidikan. Komite sekolah pun tidak diperkenankan menjual buku atau seragam sekolah, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2020.
Praktik jual beli buku dan LKS di sekolah yang melanggar aturan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan mal-administrasi atau bahkan Pungutan Liar (Pungli), yang dapat dikenai sanksi pidana bagi para pelakunya.
Saat ini, pihak terkait di SDN 1 Made belum memberikan keterangan resmi mengenai dugaan ini.