Independen, Aktual dan Cepat
Opini  

Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya, Tolak Pembatasan Kebebasan Pers

Kota Sorong – Aksi demo dari solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya Tolak Revisi Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang membatasi kebebasan pers, untuk itu sejumlah organisasi pers di kota Sorong provinsi Papua Barat Daya melakukan unjuk rasa demo damai yang bertempat di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota sorong karena di nilai mencederai dan mengancam kebebasan pers di Indonesia.

Aksi protes ini diawali dengan langkah maju dari para jurnalis mulai dari depan Sorong city menuju Gedung DPRD kota sorong, untuk merefleksikan penolakan terhadap ‘kemunduran pemikiran’ oleh para penggagas dan menginisiasi pada draf RUU Penyiaran.

Aksi unjuk rasa ini tidak hanya menarik perhatian publik tetapi juga menggugah kesadaran kolektif akan pentingnya kebebasan pers.

Di tengah kerumunan yang bertekad bulat, Wakil Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) PBD, Maikel Jasman, berdiri teguh menyampaikan orasi yang berapi-api.“Kami tidak akan tinggal diam melihat kebebasan pers kita terancam oleh RUU Penyiaran ini, Kami menuntut agar pasal-pasal yang menghambat kebebasan pers dan independensi media dihapuskan dari RUU ini,” tegas Maikel Jasman (sebagai Penanggung jawab aksi demo damai) dalam orasinya di depan kantor DPRD kota Sorong, Rabu, 22/5/24.

Setelah berkumpul di di Sorong Citi untuk melakukan aksi demo dalam rangka menolak revisi UU penyiaran no 32 tahun 2002 dan kami meminta dukungan dari seluruh masyarakat kota Sorong untuk mendukung kami dalam menolak revisi UU jurnalis karena ada beberapa pasal yang secara tidak langsung telah melemahkan tugas-tugas jurnalis.

Saat menyampaikan aspirasi di depan kantor DPRD kota Sorong dan di terima langsung oleh ketua DPRD kota Sorong Erwin Ayal bersama Gusti Sagrim (Komisi III DPRD kota Sorong) dan Syamsudin Johan dan menerima aspirasi dari para jurnalis.

Selanjutnya Erwin Ayal (Ketua DPRD kota Sorong) dan Gusti Sagrim (ketua komisi III DPRD kota Sorong), akan mensupport aspirasi yang di sampaikan oleh rekan-rekan jurnalis karena ini merupakan bagian dari pemerintah sehingga aspirasi ini secepatnya akan kami bawa ke DPR RI untuk di tindak lanjuti.

Kemudian dengan nada yang keras, Safwan Ashari (Korlap) juga menambahkan, bahwa tidak ada negosiasi dan toleransi dengan Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang akan mengebiri fungsi dan tugas pers di lapangan. Untuk itu DPR RI harus mencabut lima pasal kontroversial yang rentan mengkriminalisasi pers.

Lanjut seruan dari Safwan Ashari (korlap aksi demo damai), saat menyuarakan kembalinya Dewan Pers sebagai mediator utama dalam sengketa redaksional dan meminta agar pers diizinkan bekerja sesuai kode etik dan perlindungan undang-undang nomor 40, dengan menegaskan bahwa jurnalisme investigasi adalah nyawa dari kebebasan pers.

Dalam solidaritas yang mengharukan dari peserta aksi demo tersebut yaitu mengumpulkan ID Card Pers dari masing-masing jurnalis lalu meletakkannya di atas baliho di depan pintu gerbang Gedung Dewan dan menandatangani di atas baliho sebagai simbol berkabung atas demokrasi dan kebebasan pers yang terancam.

Untuk itu, Perwakilan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kota Sorong, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota sorong, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) kota Sorong dan Forum jurnalis perempuan Indonesia (FJPI) kota Sorong, secara bergantian, menyuarakan empat poin kunci dalam pernyataan sikap mereka:

1. Penolakan terhadap segala bentuk RUU Penyiaran yang mengekang kebebasan pers.

2. Desakan kepada DPR RI untuk meninjau ulang pasal-pasal yang membatasi kewenangan jurnalis untuk investigasi.

3. Permintaan revisi pada pasal-pasal yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa pers.

4. Seruan revisi pada pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi, terutama terkait ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik.

Aksi ini merupakan manifestasi dari komitmen organisasi pers di kota Sorong Papua Barat Daya untuk mengadvokasi kebebasan pers.

Kami juga meminta dukungan masyarakat untuk bersama-sama untuk mengawalnya agar proses pembahasan RUU Penyiaran, menyerukan solidaritas untuk mempertahankan demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia, dengan keyakinan bahwa suara rakyat harus didengar dan kebebasan pers tetap terlindungi.

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *